Senin, 11 Juni 2012

Reportase

Reportase TV Terkontaminasi Porno. Anak-anak Jadi ‘Korban’

“Ayah…..  Masak ada orang berhubungan dengan Sapi, di Bali.. Sapinya kok bisa hamil, ya”? Tanya anak saya usia 10 tahun ke saya.
Mendengar pertanyaan itu, saya kira bukan saja bikin kaget, tapi rasanya sudah mau “pingsan”  rasanya.. Kok anak kecil tanya langsung mengaenai pornografi apa yang dilihat dengan begitu cepatnya, dari  acara sekilas info semacam reportase  di Televisi?
Anak-anak pada umumnya masih polos. Mau bertanya saja tidak pintar mengemas dalam bahasa yang halus apalagi diplomatis, Apa yang ada dalam benaknya, pokoknya tanya saja dulu, urusan pertanyaan itu pantas apa tidak atau dijawab apa tidak, itu soal belakang.
Saya  mencoba mengalihkan perhatiannya mengatakan, tidak ada kenyataan seperti itu. Berita itu hanya humor dan rumor, dan pemberi beritanya  suka guyon, jangan percaya..Tidak ada ., itu hanya berita iseng saja bikin orang supaya bingung.. Anak saya pun kembali melanjutkan bermain legonya.
Itu adalah salah satu contoh kasus anak-anak mendapat “hiasan” informasi yang tidak seharusnya masuk dalam otaknya  saat seperti usia dini dari lingkungan luar. Televisi yang kita anggap “Jendela Dunia” sah-sah saja menyiarkan berita dan siarannya, tapi kira-kira apakah pantas menyiarkan berita yang tidak bermutu?..
Saya tidak mengerti mengapa terlalu banyak TV kita sekarang tertarik kepada berita-berita yang bertendensi sedikit ngeres dan berbau porno?. Apakah sehaus itu kidahaga  porno pemirsa sehingga porno-porno yang tidak bermutupun harus disuguhi kepada pemirsa?
Pemirsa pada siang hari jelas mulai dari anak kecil hingga kakek dan nenek. Ketika sekilas info atau breaking news datang tiba-tiba dan orang belum sempat memindahkan saluran televisinya, suara pembaca berita dengan lantang dan tegas membaca berita-berita tersebut. Pemirsa pun langsung kemasukan “Setetes” air dalam ruang otak seluas samudra.
Apakah pertelevisian kita sekarang seolah-olah sudah seperti kehabisan idea dan daya tarik dengan memunculkan berita-beirta murahan?. Seolah-olah TV sekarang kita seperti tanpa jati diri lagi yang sebetulnya selalu menggema dalam logo masing-masing setiap berganti menu acara?. Kenapa bisa tidak terkendalikan?. Apakah produser atau penanggung jawab siaran tidak lagi berfungsi sebagai katalisator agar semua siaran bermuara pada filosofi dalam  misi serta visi stasiun televisi?
Kita kuatir, jangan-jangan itulah misi dan visi serta filosofi  stasiiun televisi tersebut. Kita kuatir juga, suatu saat angkot masuk got atau parit pun masuk siaran berita. Bebek dan Ayam kena serempet ojek pun nanti masuk berita. Artis yang sedang terkena flu, pilek,sakit kepala dan giginya senat senut pun jadi berita Reportase  atau Top News nya selera stasiun  TV tersebut… Wah, ” luar biasa ” stasiun TV tersebut.
Sejuta protespun tidak akan ada manfaatnya. Protes di Kompasiana ini pun mungkin tidak akan mereka perdulikan. Pertanda kualitas penyiaran dan penyiar pertelevisian kita sudah tidak dapat dikendalikan lagi, baik oleh penanggung jawab siaran apalagi oleh pewarta itu sendiri. Karena berita bukanlagi mengkuti alur filsofi melainkan karena selera pribadi pencari berita (pewarta).
Stasiun TV lain di Luar Negeri atau beberapa stasiun Nasional lain berlomba-lomba menghiasi alam pikiran dengan peristiwa penting, bermutu, berguna dan berkelas atau bercita rasa tinggi, televisi kita sekarang kok seperti ini.
Kita harapkan tidak ada lagi berita murahan seperti di atas.. Kalaupun tetap ada, biar saja, semoga pewartanya lekas “digebukin”  oleh pewarta lain yang lebih sopan dan berkelas dalam memilih mana berita yang pantas dan bermutu untuk disuguhin kepada masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar