“Ayah….. Masak ada orang berhubungan dengan
Sapi, di Bali.. Sapinya kok bisa hamil, ya”? Tanya anak saya usia 10 tahun ke
saya.
Mendengar pertanyaan itu, saya kira bukan saja
bikin kaget, tapi rasanya sudah mau “pingsan” rasanya.. Kok anak kecil
tanya langsung mengaenai pornografi apa yang dilihat dengan begitu cepatnya,
dari acara sekilas info semacam reportase di Televisi?
Anak-anak pada umumnya masih polos. Mau bertanya
saja tidak pintar mengemas dalam bahasa yang halus apalagi diplomatis, Apa yang
ada dalam benaknya, pokoknya tanya saja dulu, urusan pertanyaan itu pantas apa
tidak atau dijawab apa tidak, itu soal belakang.
Saya mencoba mengalihkan perhatiannya
mengatakan, tidak ada kenyataan seperti itu. Berita itu hanya humor dan rumor,
dan pemberi beritanya suka guyon, jangan percaya..Tidak ada ., itu hanya
berita iseng saja bikin orang supaya bingung.. Anak saya pun kembali
melanjutkan bermain legonya.
Itu adalah salah satu contoh kasus anak-anak
mendapat “hiasan” informasi yang tidak seharusnya masuk dalam otaknya
saat seperti usia dini dari lingkungan luar. Televisi yang kita anggap “Jendela
Dunia” sah-sah saja menyiarkan berita dan siarannya, tapi kira-kira apakah
pantas menyiarkan berita yang tidak bermutu?..
Saya tidak mengerti mengapa terlalu banyak TV
kita sekarang tertarik kepada berita-berita yang bertendensi sedikit ngeres dan
berbau porno?. Apakah sehaus itu kidahaga porno pemirsa sehingga
porno-porno yang tidak bermutupun harus disuguhi kepada pemirsa?
Pemirsa pada siang hari jelas mulai dari anak
kecil hingga kakek dan nenek. Ketika sekilas info atau breaking news datang
tiba-tiba dan orang belum sempat memindahkan saluran televisinya, suara pembaca
berita dengan lantang dan tegas membaca berita-berita tersebut. Pemirsa pun
langsung kemasukan “Setetes” air dalam ruang otak seluas samudra.
Apakah pertelevisian kita sekarang seolah-olah
sudah seperti kehabisan idea dan daya tarik dengan memunculkan berita-beirta
murahan?. Seolah-olah TV sekarang kita seperti tanpa jati diri lagi yang sebetulnya
selalu menggema dalam logo masing-masing setiap berganti menu acara?. Kenapa
bisa tidak terkendalikan?. Apakah produser atau penanggung jawab siaran tidak
lagi berfungsi sebagai katalisator agar semua siaran bermuara pada filosofi
dalam misi serta visi stasiun televisi?
Kita kuatir, jangan-jangan itulah misi dan visi
serta filosofi stasiiun televisi tersebut. Kita kuatir juga, suatu saat
angkot masuk got atau parit pun masuk siaran berita. Bebek dan Ayam kena
serempet ojek pun nanti masuk berita. Artis yang sedang terkena flu,
pilek,sakit kepala dan giginya senat senut pun jadi berita Reportase atau
Top News nya selera stasiun TV tersebut… Wah, ” luar biasa ” stasiun TV
tersebut.
Sejuta protespun tidak akan ada manfaatnya.
Protes di Kompasiana ini pun mungkin tidak akan mereka perdulikan. Pertanda
kualitas penyiaran dan penyiar pertelevisian kita sudah tidak dapat
dikendalikan lagi, baik oleh penanggung jawab siaran apalagi oleh pewarta itu
sendiri. Karena berita bukanlagi mengkuti alur filsofi melainkan karena selera
pribadi pencari berita (pewarta).
Stasiun TV lain di Luar Negeri atau beberapa
stasiun Nasional lain berlomba-lomba menghiasi alam pikiran dengan peristiwa
penting, bermutu, berguna dan berkelas atau bercita rasa tinggi, televisi kita
sekarang kok seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar